Kamis, 13 Februari 2014


E.   Pengendalian Konflik
 Pengendalian konflik dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu dengan konsiliasi (conciliation), mediasi (mediation), dan perwasitan (arbitration). Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik. Pengendalian konflik dengan cara konsiliasi, terwujud melalui lembaga-lembaga tertentu yang memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusan di antara pihak-pihak yang berkonflik. Lembaga yang dimaksud diharapkan berfungsi secara efektif, yang sedikitnya memenuhi empat hal:
1.    Harus mampu mengambil keputusan secara otonom, tanpa campur tangan dari badan-badan lain.
2.    Lembaga harus bersifat monopolistis, dalam arti hanya lembaga itulah yang berfungsi demikian
3.    Lembaga harus mampu mengikat kepentingan bagi pihak-pihak yang berkonflik.
4.    Lembaga tersebut harus bersifat demokratis.
Tanpa keempat hal tersebut, konflik yang terjadi di antara beberapa kekuatan sosial, akan muncul ke bawah permukaan, yang pada saatnya akan meledak kembali dalam bentuk kekerasan. Pengendalian dengan cara mediasi, dengan maksud bahwa  pihak-pihak yang berkonflik bersepakat untuk menunjuk pihak ketiga yang akan memberikan nasihat-nasihat, berkaitan dengan penyelesaian terbaik terhadap konflik yang mereka alami. Pengendalian konflik dengan cara perwasitan, dimaksudkan bahwa pihak-pihak yang berkonflik bersepakat untuk menerima pihak ketiga, yang akan berperan untuk memberikan keputusan-keputusan, dalam rangka menyelesaikan yang ada. Berbeda dengan mediasi, cara perwasitan mengharuskan pihak-pihak yang berkonflik untuk menerima keputusan yang diambil oleh pihak wasit.
F. Pola Penyelesaian Konflik
Konflik yang berkepanjangan selalu menyisakan ironi dan tragedi. Kekerasan yang terjadi dalam rentang waktu lama menjadikannya sebagai perilaku yang seolah wajar dan bahkan terinstitusionalisasi. Akibatnya lingkaran setan kekerasan menjadimata rantai yang semakin sulit untuk diputuskan. Karena perasaan masing-masing pihak adalah victim (korban) memicu dendam yang jika ada kesempatan akan dibalaskan melalui jalan kekerasan pula. Belum lagi kerusakan dan kerugian materiil yang harus di tanggung, sungguh tak terperikan lagi. Dampak konflik lainnya adalah mengundang turun tangan keluarga dan sanak saudaradari kepulauan, kecamatan, kabupaten, propinsi hingga ibu kota negara datang membantu keluarganya secara ekonomi, tenaga, ikut berperang dll. Di sudut agama terpanggil rasa solidaritas se-agama dari pelbagai organisasi sosial keagamaan dari pelbagai penjuru tanah air hingga dari luar negeri.
Pada masyarakat multikultular, suatu konflik bisa diatasi dengan cara – cara seperti berikut :
1.      Sikap tidak diskriminatif
Diskrimatif adalah perbedaan perlakuan terhadap sesama warga negara. Berdasarkan pengertian tersebut, maka diskriminatif adalah yaitu sikap tidak membedakan perlakuan terhadap semua warga negara, seperti tidak memandang warga negara asli atau bukan asli, pribumi atau nonpribumi. Dengan tidak membedakan antara kelompok sosial tersebut, maka negara harus memberikan ruang gerak yang sama untuk kelangsungan hidup kelompok – kelompok tersebut. Masing – masinf kelompok sosial mendapat jaminan hukum yang pasti.
2.      Rasional
Rasional berarti pikiran sehat, cocok dengan akal, patut, dan layak. Utnuk menghindari konflik, antara kelompok sosial yang beraneka ragam, perlu dikembangkan sikap yang masuk akal. Jangan menggunakan emosi atau perasaan semata. Perbuatan yang tidak menggunakan akal yang jernih dan sehat serta pemikiran yang tidak matang akan mengakibatkan kerugian yang luar biasa. Oleh karena itu, dalam kehidupan masyarakat multikultural selalu dituntut untuk menyadari keanekaragaman yang dimiliki, sehingga jika akan melakukan sesuatu perlu dipertimbangkan secara rasional.
3.      Persaingan yang sehat
Dalam masyarakat multikultural, adanya keanekaragaman kelompok sosial pasti selalu muncul persaingan, baik yang bersifat positif maupun yang negatif. Untuk itu, perlu diciptakan kondisi persaingan yang positif dan sehat. Dengan adanya persaingan positif tersebut, kelompok yang satu akan belajar dari kelompok yang lain dan akan timbul sikap saling menghormati antar kelompok.
4.      Dialogis
Untuk mengatasi konflik antar kelompok soial di dalam masyarakat multikultural, diperlukan pendekatan antara kelompok yang satu dan kelompok yang lain dengan cara dialog, sehingga perbedaan yang ada bisa saling dimengerti  dan dihormati. Perlu disadari, bahwa di dalam keanekaragaman kelompok sosial terdapat pula keanekaragaman kepentingan. Adanya keanekaragaman kepentingan perlu dibicarakan bersama antar kelompok satu dengan kelompok yang lain sehingga akan tercapai kesepakatan yang menggantungkan kedua belah pihak.
 Ada juga beberapa cara untuk memecahkan konflik yang terjadi, yaitu :
1.      Pemecahan masalah dengan cara pertemuan tatap muka dari pihak – pihak yang berkonflik dengan maksud mengidentifikasi masalah dan memecahkannya dengan cara terbuka.
2.      Menciptakan suatu  tujuan bersama yang tidak dapat dicapai tanpa kerjasama dari masing – masing pihak yang berkonflik.
3.      Dengan cara penghindaran atau berusaha untuk menarik diri konflik misalnyan mengurangi kesempatan untuk bertemu.
4.      Berusaha untuk mengecilkan arti perbedaan sementara menekankan kepentingan bersama antara pihak – pihak yang berkonflik.
5.      Melakukan tindakan kompromi dengan cara tiap pihak yang berkonflik melepaskan atau mengorbankan sesuatu yang berharga.
6.      Mengubah variabel atau menggunakan teknik pengubahan perilaku manusia misalnya pelatihan hubungan manusia untuk mengubah sikap dan perilaku yang menyebabkan konflik.
Pola penyelesaian konflik bila dipandang dari sudut menang-kalah pada masing-masing pihak, maka ada empat bentuk pengelolaan konflik, yaitu :
1.      Bentuk kalah-kalah (menghindari konflik)
Bentuk pertama ini menjelaskan cara mengatasi konflik dengan menghindari konflik dan mengabaikan masalah yang timbul. Atau bisa berarti bahwa kedua belah pihak tidak sepakat untuk menyelesaikan konflik atau menemukan kesepakatan untuk mengatasi konflik tersebut.
2.      Bentuk menang-kalah (persaingan)
Bentuk ini memastikan bahwa satu pihak memenangkan konflik dari pihak lain. Biasanya kekuasaan atau pengaruh digunakan untuk memastikan bahwa dalam konflik tersebut individu tersebut yang keluar sebagai pemenangnya. Gaya penyelesaian konflik seperti ini sangat tidak mengenakkan bagi pihak yang merasa terpaksa harus berada dalam posisi kalah.
3.      Bentuk kalah-menang (mengakomodasi)
individu yang kalah dan pihak lain menang ini berarti individu berada dalam posisi mengalah atau mengakomodasi kepentingan pihak lain. Gaya ini digunakan untuk menghindari kesulitan atau masalah yang lebih besar. Gaya ini juga merupakan upaya untuk mengurangi tingkat ketegangan akibat dari konflik tersebut atau menciptakan perdamaian yang diinginkan.


4.      Bentuk menang-menang (kolaborasi)
Bentuk seperti ini disebut dengan gaya pengelolaan konflik kolaborasi atau bekerja sama. Tujuannya adalah mengatasi konflik dengan menciptakan penyelesaian melalui konsensus atau kesepakatan bersama yang mengikat semua pihak yang bertikai.
Dengan adanya sebuah konflik juga bisa menghasilkan suatu perubahan pada masyarakat yang terkadang juga membawa dampak positif namun juga banyak yang menghasilkan sesuatu yang bersifat negatif. Antara lain hasil yang didapatkan dari aanya suatu konflik adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (in-group) yang mengalami  konflik dengan kelompok lain.
2.      Keretakan hubungan antar kelompokyang bertikai.
3.      Perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dan lain-lain.
4.      Kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
5.      Dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik. Pengelolaan konflik merupakan cara yang digunakan individu dalam mengontrol, mengarahkan, dan menyelesaikan konflik, dalam hal ini adalah konflik interpersonal.
Ada juga strategi yang dipandang lebih efektif dalam pengelolaan konflik yaitu:
•        Koesistensi damai, yaitu mengendalikan konflik dengan cara tidak saling mengganggu dan saling merugikan, dengan menetapkan peraturan yang mengacu pada perdamaian serta diterapkan secara ketat dan konsekuen.
•        Dengan mediasi (perantaraan). Jika penyelesaian konflik menemui jalan buntu, masing-masing pihak bisa menunjuk pihak ketiga untuk menjadi perantara yang berperan secara jujur dan adil serta tidak memihak.




atau 

Categories:

0 komentar:

Posting Komentar

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!